Mitos
atau mite (myth) adalah cerita prosa rakyat yang ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa
yang terjadi di dunia lain (kahyangan)
pada masa lampau dan dianggap benar-benar
terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Mitos juga disebut
Mitologi, yang kadang diartikan Mitologi adalah cerita rakyat yang dianggap
benar-benar terjadi dan bertalian dengan terjadinya tempat, alam semesta, para
dewa, adat istiadat, dan konsep dongeng suci. Jadi, mitos adalah cerita tentang
asal-usul alam semesta, manusia, atau bangsa yang diungkapkan dengan cara-cara
gaib dan mengandung arti yang dalam. Mitos juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaan
mereka, kisah perang mereka dan sebagainya.
Contoh mitos :
La Golo
Cerita ini berasal dari Dompu, salah
satu kabupaten di Pulau Sumbawa. Di suatu desa, tinggallah sepasang suami istri
yang kaya. Akan tetapi, sudah lama mereka menikah belum dikaruniai anak. Oleh
karena itu, mereka sangat sedih. Pada suatu hari, sang suami berkata kepada
istrinya, “Sayang kekayaan kita yang begini banyak, tak ada yang mewarisinya,
kalau kita sudah tiada.” Mendengar kata-kata suaminya, hati sang istri sangat
sedih. “Saya pun sudah lama memikirkan hal itu. Hanya saya tidak berani menyampaikan
kepada kakak, saya takut kakak tersinggung,” kata istrinya.
Sejak itu, mereka selalu berdoa
bersama memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar diberikan seorang anak.
Akhirnya, doa itu pun dikabulkan. Sang istri melahirkan seorang anak laki-laki yang
diberi nama La Golo. Sejak kecil, La Golo selalu dimanjakan oleh kedua orang
tuanya. Akibatnya, La Golo tumbuh menjadi anak yang malas, tahunya hanya makan
saja. Semua keinginannya harus dipenuhi. Hampir setiap hari La Golo berkelahi
dengan teman-temannya. La Golo pun melawan orang tuanya. Hal yang demikian
membuat kedua orang tuanya sedih. Pada suatu hari, saat suami istri itu sedang
memperbincangkan anaknya, sang suami berkata, “Dulu aku menamakan anak kita La
Golo, terkandung maksud agar setelah besar dengan bersenjatakan golo (golok),
ia dapat membuka lahan baru sehingga kebun kita bertambah banyak. Kenyataannya
justru sebaliknya.”
Mendengar hal itu, istrinya juga
sedih. Akhirnya, mereka bersepakat untuk membuang anaknya. Pada suatu hari,
dipersiapkanlah bekal yang cukup banyak dengan lauk yang enak-enak. Melihat
ibunya memasak, La Golo bertanya kepada ibunya, “Ada acara apa sehingga ibu
memasak makanan yang lezat-lezat?” Ibunya menjawab bahwa ayahnya akan pergi ke
hutan mencari kayu bakar bersama La Golo. Sepertiga makanan yang telah dimasak
boleh dimakan La Golo sebelum berangkat, sedangkan sisanya dipakai sebagai
bekal. Hati La Golo sangat senang mendengar jawaban ibunya. Dalam waktu
singkat, makanan yang disiapkan untuknya dihabiskannya. Kemudian, dengan
membawa parang, ia berangkat bersama ayahnya ke hutan belantara.
Akhirnya, sampailah mereka di tengah
hutan. Pepohonan di hutan itu sangat lebat dan besar-besar. Tibalah mereka pada
sebuah pohon yang paling besar. Ayahnya berhenti dan berkata kepada La Golo,
“Anakku, kita berhenti di sini. Inilah pohon yang kita cari. Inilah kayu “wuwu”
yang banyak cabangnya. Kalau kita tebang satu pohon ini, kita akan banyak
mendapatkan kayu bakar. Agar tidak rusak, ketika pohon kayu ini akan tumbang,
engkau harus menahannya.”
“Ya… Ayah,” jawab La Golo.
Begitulah ketika pohon itu tumbang,
La Golo menahannya dengan tubuhnya yang besar. Namun, karena pohon itu terlalu
besar, tubuh La Golo hancur tertindih oleh pohon itu. Setelah beberapa saat,
ayahnya menunggu dan tidak ada tanda-tanda lagi La Golo hidup, senanglah
hatinya. Sesampainya di rumah, diceritakan kepada istrinya semua peristiwa yang
terjadi. Keesokan harinya, disiapkan doa rowa (doa arwah) atas kematian
anaknya. Seekor kambing jantan yang besar disembelih karena para tetangga akan
diundang.
Begitu tamu akan diundang secara
lisan, ayah dan ibu La Golo sangat terkejut. Tiba-tiba La Golo telah berdiri di
depannya. Akhirnya, semua makanan yang telah disiapkan dimakan La Golo dengan
lahapnya. Setelah peristiwa itu, La Golo tidak berubah perangainya. Bahkan,
kenakalannya semakin menjadi-jadi. Oleh karena itu, orang tuanya semakin sedih.
Mereka merencanakan membawa dia ke hutan yang jauh sekali. Seperti biasanya,
ibunya memasak nasi dan lauk-pauk yang banyak sekali dan lezat. Selain itu,
ayahnya membawa ponda (labu air) yang sudah kering. Ponda ini bisa menimbulkan
suara “Hoooo”, seperti suara orang menjawab panggilan jika ditiup atau tertiup
angin.
Setelah berjalan tujuh hari tujuh
malam, sampailah mereka di hutan yang dituju. Di situ terdapat pohon duet yang
sedang masak. La Golo sudah tidak tahan melihat buah duet yang ranum-ranum itu.
Segera ia memanjatnya. Sementara itu, ayahnya meninggalkannya. Pada saat La
Golo memanggil, ayahnya menjawab “Hoooo”. Tenanglah hati La Golo. Setelah puas
memakan buah duet, La Golo turun mencari ayahnya. Dicarinya ayahnya ke arah
suara “Hooo” tadi. Namun, yang dijumpainya adalah buah ponda. Sekarang,
sadarlah La Golo bahwa orang tuanya sengaja membuangnya karena tabiatnya yang
buruk. Dia berusaha kembali ke rumahnya, namun tidak bisa.
Pada suatu hari, di tengah hutan itu, La Golo melihat seseorang sedang berjalan
seperti dia. Pada mulanya, ia takut. Ia memberanikan diri menyapa orang itu.
Mereka saling berkenalan. Nama orang itu adalah Sandari. Tidak lama kemudian,
dari kejauhan mereka mendengar suara orang sedang bercakap-cakap. Makin lama
makin jelas. Mereka akhirnya berpapasan dan saling berkenalan. Mereka bercerita
mengapa sampai di tempat itu. Temyata mereka adalah anak-anak nakal yang tidak
dikehendaki orang tuanya. Namanya La Ngepe dan La Bonggo. Empat orang itu
akhirnya menjadi sahabat. Mereka sepakat mengangkat La Golo sebagai ketuanya.
Mereka sekarang harus bekerja keras mencari buah-buahan dan umbi-umbian untuk
dimakan.
Pada suatu hari, mereka bertemu
dengan seekor rusa. La Golo ingin memiliki kepandaian berlari seperti seekor
rusa. Setelah berunding dengan teman-temannya, akhimya ia berkata kepada rusa
tersebut, “Hai rusa, maukah engkau mengajarkan ilmu larimu kepada kami?” “Dengan
senang hati,” jawab rusa itu. Mereka berempat kini telah memiliki ilmu berlari
secepat rusa. Kemudian, mereka bertemu pula dengan seekor beruk yang sangat
besar. Beruk itu pun diminta mengajarkan ilmu memanjatnya. Beberapa waktu
kemudian, mereka bertemu dengan seekor kerbau liar yang tanduknya sangat kuat.
Mereka merasa belum lengkap kalau belum memiliki ilmu ntumbu (tumbuk kepala)
yang dimiliki kerbau liar itu. Akhirnya, kerbau itu pun mengajarkan ilmu tumbuk
kepalanya.
Pada suatu hari, La Golo punya usul
untuk mencari ikan di laut. Teman-temannya yang lain menyetujuinya. Lalu,
mereka berjalan menuju teluk kecil yang tenang airnya. Tugas pertama adalah
membendung teluk itu. Tugas ini jatuh pada Sandari karena sandari berarti pagar
pembatas air. Setelah air laut itu dibendung, selanjutnya adalah tugas La
Bonggo untuk mengeringkan airnya karena bonggo berarti mengeringkan air. Dalam
sekejap, air laut itu sudah kering dan tampak ikan-ikan menggelepar. Setelah
itu La Ngepe menpunyai tugas menangkap ikan-ikan itu. Ngepe dalam bahasa Bima
berarti menangkap ikan. Setelah ikan ditangkap, La Gololah yang mengumpulkan
ikan-ikan itu.
Ketika mereka sedang beristirahat
sambil memikirkan bagaimana cara memperoleh api untuk membakar ikan-ikan itu,
tampaklah asap api di kejauhan. La Golo meminta agar salah satu temannya pergi
ke tempat itu untuk membakar ikan. Tugas pertama jatuh pada Sandari. Asap yang
mengepul itu ternyata datang dari satu-satunya rumah di situ. Rumah itu milik
sepasang raksasa, yaitu Ompu dan Wa’i Ranggasasa (kakek dan nenek Raksasa). Ketika
sampai di situ, Sandari segera meminta izin untuk membakar ikannya. Jika
diizinkan, sebagian ikannya akan diberikan sebagai ucapan terima kasih. Dari
dalam rumah terdengar jawaban yang menakutkan, “Bukan saja ikan yang akan aku
makan, bahkan orangnya Pun akan aku lahap sampai habis. Tunggu…!” Mendengar
suara itu, Sandari lari tunggang langgang dan meninggalkan seluruh ikannya.
Sandari melaporkan kejadian itu kepada teman-temannya. Sekarang, yang mendapat
giliran pergi adalah La Ngepe dan La Bonggo. “Pergilah kalian berdua cepati Aku
sudah lapar sekaiii” perintah La Golo.
Keduanya pergi, masing-masing
memikul ikan yang cukup banyak jumlahnya. Namun, mereka mengalami nasib yang
sama seperti Sandari. Masih terengah-engah mereka melaporkan kejadiannya kepada
La Golo. Akhirnya, La Golo pergi ke rumah Ompu dan Wa’i Ranggasasa, diikuti
teman-temannya yang lain. La Golo pun mendapat jawaban yang sama dari kedua
raksasa itu. Namun, La Golo tidak gentar menghadapi Ompu Ranggasasa. Dengan
suara yang lantang ia menantang Ompu Ranggasasa. Ketika Ompu Ranggasasa siap
menyerang, La Golo pun sudah bersiap-siap dengan ilmu ntumbu-nya. Begitu
raksasa itu menyerang, La Golo pun maju menyerudukkan kepalanya. Terjadilah
benturan kepala yang sangat keras. Raksasa itu menjerit kesakitan. Ompu
Ranggasasa mati seketika. Demi keamanan, Wa’i Ranggasasa pun dibunuhnya.
Mereka berempat kini menempati rumah
raksasa itu. Dengan bebas, mereka membakar ikan di situ. Ketika persediaan
makanan telah habis, akhirnya mereka mengembara lagi. Sampailah mereka di
sebuah desa yang tidak terlalu ramai. Dari penduduk desa itu mereka mendengar
bahwa di istana sedang ada keramaian. Benar juga, orang di istana sedang
bersenang-senang mengikuti berbagai permainan. La Golo pun ikut bertanding.
Dengan ilmu lari yang diperoleh dari sang rusa, ia menjadi juara lari. Dengan
ilmu memanjat yang diajarkan oleh sang beruk, ia menjadi juara memanjat pohon
pinang yang telah dilumuri lemak. Cukup banyak hadiah yang diperolehnya.
Sekarang, tibalah gilirannya
mengikuti sayembara ntumbu melawan jagoan istana. Dengan dukungan
teman-temannya dan dengan tekad yang bulat, akhimya La Golo maju. Ia duduk
bersila dengan penuh hormat di depan sang Raja menyatakan kesediaannya
mengikuti ntumbu melawan jagoan istana. Sebentar lagi perlombaan akan dimulai.
Raja sendiri Yang akan memimpin jalannya perlombaan. Kepala peserta lomba
diikat dengan pita berwana kuning. Raja mempersilakan kedua pemain maju ke
depan berdiri berhadap-hadapan dalam jarak lima depa. Raja memberikan petunjuk
tentang jalannya lomba. Aba-aba sudah dimulai dan kedua pemain telah bersiap
untuk berlaga. Bunyi arubana (rebana) yang mengiringi pertarungan itu sudah
sejak tadi bergema. Kepala mereka telah siap menyeruduk laksana seekor kerbau
liar. Ketika terdengar aba-aba dan bendera kuning telah dijatuhkan, La Golo
lari dan meloncat ke arah lawannya bak seekor kerbau liar, dan… “caaaaaaak!”
Kepala mereka telah beradu, terdengarlah benturan yang amat keras. Jagoan
istana itu tergeletak tak sadarkan diri. La Golo menjadi pemenang pertandingan
itu. Para penonton bersorak-sorai dan mengelu-elukan La Golo sang juara.
Cerita ini memberi pelajaran kepada
kita agar kita tidak menjadi anak yang manja. Jika kita ingin pandai, kita
harus belajar/berguru kepada siapa pun. Keberhasilan seseorang diperoleh dari
kerja keras, dan selalu berdoa memohon hidayah dari Tuhan.
Sumber Pustaka :
Sumber Pustaka :
- · http://dongeng.dipankarajayaputra.com/la-golo.html
0 komentar:
Posting Komentar